Kalau suatu hari ada seekor seorang headhunter yang menghubungi saya melalui telepon dan menawarkan posisi di perusahaan kliennya, kira-kira apa yang harus dilakukan? Apakah saya harus selalu mengiyakan tawaran yang datang atau bolehkah saya menolaknya?
Pertanyaan sejenis sering diajukan kepada saya oleh teman-teman lama yang baru menyadari dan mengetahui kalau saya sekarang “menjelma” menjadi seorang headhunter (gadungan).
Sebetulnya jawaban pertanyaan diatas sederhana, anda boleh mengiyakan atau boleh juga menolaknya. Nah, tinggal sekarang anda harus tahu persis berdasarkan pertimbangan apa anda mengiyakan, dan berdasarkan pertimbangan apa pula anda menolaknya, karena tidak ada yang lebih membuat headhunter menjadi bete abis kalau si kandidat mendadak plin-plan… pada awalnya sudah mengiyakan tapi kemudian ditengah proses malah memutuskan untuk mengundurkan diri dari nominasinya.
Setiap orang sebetulnya punya dasar penilaian sendiri-sendiri, tapi saya coba break down menjadi beberapa faktor penting yang bisa menjadi bahan pertimbangan untuk anda pikirkan dengan matang sebelum mengiyakan atau menolak tawaran dari headhunter:
1. Apakah saya sungguh-sungguh tertarik untuk terjun ke industri yang ditawarkan?
Pikirkan betul-betul konsekuensinya, terutama kalau saat ini anda berkecimpung di industri yang berlainan. Misalnya saat ini anda bekerja di industri telekomunikasi, pikirkan masak-masak sebelum anda memutuskan untuk menerima tawaran terjun ke industri perbankan, meskipun gaji yang ditawarkan mungkin jauh lebih tinggi.
Alasannya sederhana, dengan berpindah industri, boleh dibilang anda harus membangun reputasi di industri yang baru dari nol lagi. Kalau dulunya anda sudah dikenal sebagai rising star di industri telekomunikasi, maka dengan berpindah ke industri perbankan… no one knows your reputation… you’re nobody.
Reputasi yang anda bangun bertahun-tahun selama anda berkarir di industri telekomunikasi akan menjadi sia-sia.
2. Apakah sekarang sudah waktunya bagi saya untuk pindah?
Sebetulnya kalau mau jujur, tidak ada patokan standar berapa tahun anda harus bertahan di satu perusahaan sebelum akhirnya anda memutuskan untuk pindah supaya tidak dibilang sebagai kutu loncat. Dalam penilaian saya sendiri (yang cenderung subyektif), sah-sah saja anda memutuskan untuk pindah meskipun anda baru satu tahun bekerja di perusahaan sekarang.
Kuncinya satu: dalam waktu berapa tahun pun anda bekerja di satu perusahaan, pastikan bahwa anda mencatat banyak prestasi alias pencapaian (achievement) gemilang. Kalau anda sudah mencatatkan banyak prestasi, silakan terbersit pikiran untuk pindah karena prestasi tersebut dapat menjadi leverage yang luar biasa untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Tapi kalau anda belum bisa mencatatkan prestasi signifikan… jangan pernah berpikir untuk pindah karena orang (HRD) pasti akan berpikir kalau anda berniat pindah hanya karena ingin mencari kompensasi yang lebih baik.
3. Apakah saya merasa sreg bekerja untuk perusahaan yang menjadi klien headhunter tersebut?
Kalau tidak ada ketentuan khusus dari klien, biasanya headhunter akan dengan senang hati menyebutkan nama perusahaan kliennya untuk memberikan gambaran lebih jelas kepada anda sebagai kandidat. Kalau nama perusahaannya ternyata masih asing di telinga anda, lakukanlah riset melalui internet, manfaatkan seluruh search engines untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai perusahaan tersebut.
Kalau anda memang sreg membayangkan diri anda bekerja di perusahaan tersebut selama beberapa tahun kedepan, sudah sewajarnya anda mengiyakan tawaran yang datang dari headhunter. Tapi kalau tidak, ya jangan dipaksakan… toh headhunter yang bijak akan bisa menyikapinya dengan kalem.
4. Apakah secara profesional saya bisa berkembang lebih baik dengan pindah ke perusahaan lain?
Ini salah satu faktor penting, terutama untuk anda yang masih dalam level yunior dan level menengah, level dimana anda betul-betul memerlukan pengembangan kompetensi anda secara menyeluruh untuk membangun pondasi karir yang mantap. Jangan sampai anda memutuskan untuk pindah karena iming-iming gaji besar, tapi ternyata di perusahaan baru anda tidak lagi mendapatkan pengembangan kompetensi profesional secara khusus.
5. Apakah saya bisa memberikan kontribusi positif dengan bekerja di perusahaan lain?
Nah, ini faktor yang menjadi sangat penting karena dengan memikirkan hal ini berarti anda tidak hanya berpikir egois alias memikirkan kepentingan diri sendiri, tapi juga memikirkan kepentingan perusahaan yang menjadi klien headhunter.
Diakui atau tidak, ini erat kaitannya dengan poin nomor 2. Bila anda sudah memiliki pencapaian positif di perusahaan sekarang, bisakah anda mengulangi atau malah melewati pencapaian anda di perusahaan yang baru?
Seyogyanya anda masuk ke perusahaan baru sebagai part of a solution, not part of a (new) problem, jadi ada unsur pembenaran dari siapapun yang terlibat dalam pencalonan anda sebagai kandidat di perusahaan baru bahwa anda memang kandidat pilihan.
6. Apakah saya akan menyukai pekerjaan yang ditawarkan oleh headhunter di perusahaan kliennya?
Kalau anda menyukai apa yang anda kerjakan sekarang di perusahaan tempat anda bekerja dan mendapat tawaran pekerjaan yang sama di perusahaan yang menjadi klien si headhunter mungkin tidak akan menjadi masalah besar, karena anda yakin anda dapat mengerjakannya dengan sepenuh hati.
Anda harus betul-betul berpikir dengan matang kalau anda menerima tawaran yang sedikit berbeda tapi dengan tawaran gaji lebih besar. Ambil contoh, anda saat ini bekerja sebagai legal officer yang lebih banyak menangani kontrak-kontrak perusahaan. Suatu hari anda menerima telepon dari headhunter yang menawarkan posisi Asisten Manajer Legal yang tidak hanya harus menangani kontrak, tapi juga harus menangani litigasi (bersidang di pengadilan) dengan tawaran gaji tiga kali lipat dari gaji yang anda terima sekarang.
Anda menyadari kalau anda sangat tidak menikmati proses litigasi, tapi karena tawaran gaji besar itu sudah membuat anda “gelap mata”… tawaran itu akhirnya anda ambil juga.
Percayalah, dengan mengambil pekerjaan yang tidak anda sukai atau tidak anda nikmati, gaji besar menjadi kurang bermakna karena anda akan sulit menemukan kenikmatan dalam bekerja.
Lha masalahnya… kalau anda sulit menemukan kenikmatan dalam bekerja, bagaimana anda mau berprestasi di perusahaan baru?
—————————————
Kurang lebih enam hal itulah yang mesti menjadi pertimbangan utama sebelum menolak atau menerima tawaran headhunter.
Mohon diingat pula bahwa disini kita asumsikan tawaran kompensasi dari perusahaan yang menjadi klien headhunter itu jumlahnya lebih besar dari kompensasi yang anda terima sekarang, tapi yang penting jangan jadikan juga faktor kompensasi sebagai faktor penentu utama dalam mengambil keputusan, karena soal uang ini memang mudah membuat orang terperosok ke hal-hal yang kurang diinginkan.
Semoga artikel (yang ditulis tengah malam) ini bisa memberi pencerahan dan membuka wawasan untuk para profesional.
Quote of the Day:
“Shoot for the moon. Even if you miss, you’ll land among the stars.” by Brian Littrell
Jules
October 6, 2008Hi there…Sorry, gue pgn curhat & minta suggestions nih…Gue baru kerja 3.5 bulan di Oil Company, Shell. Di posisi ini jelas gue masih banyak banget belajar & mendalami kerjaan ini. During those short period of time, obviously gue masih bikin errata, dari situ gue belajar not to doing it again.
Anyways, just few days ago, boss dateng ke gue & offered me a new post. Lebih tinggi, for sure, better salary and other beneficial things. Di kerjaan yg ditawarkan itu, gue dituntut untuk kerja in an extremely pressurized situation, workload yg tinggi, i, weekend gue kudu duty, lokasi kerja yg jauh…
Shortly, gue belum bisa take my boss’s offering. Gue merasa belum siap betul untuk hal itu, in terms of capability & other thing that relates to it. 1st and foremost, gue gak mau ambil juga krn ortu gue yg lagi sering sakit2an selalu bikin gue kelar kantor go straight home. Gue takut klo gue ambil gawean itu, waktu gue akan sangat tersita banget untuk kerjaan.
Despite the very good salary & other advantages, gue masih pengen develop myself in my current job. Mungkin rejection gue akan bikin boss nilai gue kurang menghargai, kurang suka tantangan, & other negativity…so dazed & confused!!!.
Bantu kasih saran & masukan dunk…Appreciate it! 😉
Yayat Hidayat
November 7, 2008Thank’s buat tulisannya. Selama ini saya sering berpikir kalau saya nolak tawaran dari head hunter, nanti suatu saat ada lowongan lagi, jangan-jangan mereka nggak mau lagi nawarin ke kita karena kapok pernah kita tolak.
Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Kaka | suryosumarto.com
January 21, 2009[…] Tulisan ini sedikit banyak cukup relevan pula dengan tulisan saya sebelumnya disini. […]